Beranda | Artikel
Bolehkah Makan dan Tidur di Masjid? Ini Jawabannya!
Rabu, 12 Februari 2025

Hukum Makan dan Tidur di Masjid ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 4 Sya’ban 1446 H / 3 Februari 2025 M.

Kajian Tentang Hukum Makan dan Tidur di Masjid

Kita katakan bahwa hal tersebut pada asalnya dibolehkan. Karena banyak dalil yang menjelaskan hal ini. Di antaranya hadits dari sahabat Abdullah bin Harits beliau mengatakan,

كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ

“Pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kami makan roti dan daging di dalam masjid.” (HR. Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bahwa dibolehkan makan di masjid di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau makan dibolehkan, maka berarti minum juga dibolehkan. Karena makan itu lebih berat konsekuensinya daripada minum. Minum itu sederhana, air diminum. Kalau makan lebih berat konsekuensinya.

Kemudian ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitab Shahihnya yang menyebutkan bahwa dulu ada perempuan berkulit hitam yang tinggal di masjid. Dan ketika tinggal di masjid, ada kegiatan makan, minum, dan tidurnya karena tinggalnya di masjid. Dan orang ketika hidup itu tidak bisa lepas dari tiga hal ini.

Begitu pula ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga dalam Kitab Shahihnya yang menjelaskan bahwa ahlus suffah dulu itu tinggal di masjid. Ahlus suffah itu adalah orang-orang miskin yang tidak punya rumah dan datang ke masjid Nabawi, lalu mereka akhirnya diizinkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk tinggal di Masjid Nabawi. Jadi ahlus suffah itu dulu tempatnya dekat dengan rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, masih di dalam masjid tapi dekat dengan rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sampai sekarang tempat ahlus suffah masih dibedakan dengan tempat lain. Kalau kita ke masjid Nabawi, coba untuk bertanya di mana tempatnya ahlus suffah. Maka kita akan diberitahu tempat tersebut oleh petugas yang ada di sana. Karena tempatnya itu masih dibedakan dengan yang lainnya dan bisa digunakan untuk tempat shalat. Maka tidak akan bisa dihindari makan, minum, dan tidur di tempat tersebut.

Kemudian ada juga hadits dari sahabat Ibnu Umar diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim,

أَنَّهُ كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

”Bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, beliau tidur di masjid Nabawi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma dahulu biasa tidur di masjid ketika masih muda dan belum menikah.

Dari hadits-hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa makan, minum, dan tidur di masjid itu hukum asalnya dibolehkan. Tapi apakah pihak DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) dibolehkan untuk membuat aturan larangan tidur di masjid di zaman kita ini? Maka jawabannya adalah boleh.

Apabila ada maslahat pada peraturan itu, misalnya kalau tidak ada larangan itu akhirnya masjid dijadikan tempat tidur karena orang-orang tidak mau istirahat di luar. Pada akhirnya masjid terlihat sebagai tempat tidur dan masjid jadi bau, dan jadi susah digunakan oleh orang yang lebih berhak. Orang yang ingin shalat malah jadi sungkan karena orang-orang pada tidur di masjid.

Atau misalnya jika dibolehkan untuk makan dan minum di masjid akhirnya masjidnya kotor karena banyak orang yang makan minum tidak memperhatikan kebersihan tempat makan dan minumnya. Makannya berceceran, ada ceceran kuahnya, atau tumpah minumannya. Padahal masjidnya berkarpet misalnya, kalau ada makanan atau minuman yang tumpah itu nantinya sulit untuk dibersihkan dan menyisakan bau dan warna.

Kalau misalnya keadaannya seperti ini, sehingga DKM merasa butuh untuk membuat aturan larangan makan, minum, dan tidur di masjid, maka tidak ada masalah.

Ketika DKM mengambil kebijakan untuk melarang makan minum dan tidur di masjid yang mereka kelola, apakah dianggap hal tersebut tindakan yang zalim ataukah dianggap sebagai tindakan yang menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Jawabannya tidak demikian.

Apabila DKM membuat aturan tersebut adalah untuk mengambil maslahat yang lebih besar. Karena mengambil maslahat yang lebih besar itu merupakan bagian dari syariat islam. Begitu pula ketika tujuannya adalah menghindarkan diri dari mudarat yang lebih besar atau mengambil mudarat yang lebih ringan karena ini merupakan bagian dari syariat Islam.

Hal-hal yang konsekuensinya adalah meninggalkan maslahat tapi maslahat yang diambil lebih besar, ada dua maslahat yang tidak di bisa diambil dua-duanya, maka akhirnya yang disyariatkan adalah mengambil maslahat yang lebih besar dengan konsekuensi meninggalkan maslahat yang lebih kecil.

Ada juga di dalam syariat ini dua mudharat yang tidak bisa dihindari dua-duanya. Maka konsekuensinya adalah mengambil mudharat yang lebih ringan untuk meninggalkan mudharat yang lebih lebih besar.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54919-bolehkah-makan-dan-tidur-di-masjid-ini-jawabannya/